1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTurki

Yunani dan Turki Ingin Pererat Hubungan Dagang

16 Mei 2024

PM Mitsotakis dan Presiden Erdogan terus memupuk kerja sama dan melapangkan jalan bagi normalisasi diplomatik, termasuk kejelasan soal status Siprus.

https://p.dw.com/p/4ftJS
Kyriakos Mitsotakis dan Recep Tayyip Erdogan di Ankara
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis (ki.) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (ka.) di Ankara.Foto: Umit Bektas/REUTERS

Turki dan Yunani sejak lama dipisahkan jurang konflik, yang sebagian besar berpusar pada kisruh soal perbatasan laut dan status Pulau Siprus yang terbelah dua sejak invasi Turki sekitar 50 tahun lalu.

Selama ini, ketegangan antara Athena dan Ankara seringkali mengarah kepada konflik militer. Namun sekitar satu setengah tahun yang lalu, kedua musuh bebuyutan ingin mengupayakan damai lewat dialog.

Hasilnya, pesawat tempur Turki dan Yunani tidak lagi berpatroli di atas Laut Aegea sudah sejak 18 bulan terakhir. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga tidak lagi melayangkan serangan verbal ke arah negeri jiran. Pada Desember 2023, dia berkunjung ke Athena dan menandatangani perjanjian persahabatan dengan Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis.

Pada Senin (13/5), giliran Mitsotakis yang mengunjungi ibu kota Ankara. Tapi harapan yang sempat meruak pada awal 2024, kembali surut seiring buntunya perundingan seputar garis perbatasan atau status Siprus.

Meski demikian, Mitsotakis dan Erdogan bersikeras menampilkan "agenda positif" yang ingin diupayakan dalam relasi kedua negara. Keduanya mengaku puas atas prospek kerja sama di bidang pariwisata, perdagangan dan manajemen kebencanaan.

Kenapa Sebagian Gempa Lebih Mematikan dari Gempa Lainnya?

Polemik Hamas

Kedua kepala negara berkesan berusaha mengecilkan perbedaan, kecuali menyangkut perang di Jalur Gaza.

Ketika perdana menteri Yunani menegaskan hak Israel untuk membela diri, presiden Turki menuduh Israel melakukan genosida. Erdogan juga menolak penetapan Hamas sebagai organisasi teroris.

"Hamas adalah organisasi perlawanan,” kata Erdogan. "Adalah pendekatan yang brutal untuk mencap mereka yang mencoba melindungi rakyatnya sebagai teroris.”

Tapi ketimbang perbedaan sikap, Mitsotakis lebih memilih menegaskan kesamaan. "Mengenai masalah Hamas, kami memiliki pendapat yang berbeda. Namun kami setuju bahwa gencatan senjata segera diperlukan, terutama untuk melindungi warga sipil Palestina."

Pendekatan diplomatik berbuah manis

Mitsotakis dan Erdogan mengaku lebih memilih fokus pada isu yang sudah disepakati. Perdana Menteri Yunani berbicara tentang "normalitas produktif” dalam kerja sama dengan presiden Turki, yang telah bertemu sebanyak empat kali dalam sepuluh bulan terakhir.

Hasil positif dari pemulihan hubungan Yunani-Turki mencakup, antara lain, kerja sama dalam mencegah krisis pengungsi dan kemudahan visa bagi warga negara Turki yang ingin mengunjungi pulau-pulau tertentu di Yunani.

Kedua kepala negara menilai penting untuk lebih memperdalam kerja sama di laut dan darat untuk mencegah migrasi ilegal. Erdogan juga mendukung kerja sama yang lebih erat dengan Yunani dalam memerangi terorisme.

Mereka menegaskan kembali tujuan yang sudah ditetapkan pada bulan Desember untuk menggandakan volume perdagangan bilateral menjadi USD10 miliar dalam lima tahun ke depan, serta merayakan pembentukan Dewan Ekonomi Yunani-Turki.

Mitsotakis dan Erdogan juga menandatangani nota kerja sama dalam penanganan bencana alam, berdasarkan solidaritas timbal balik kedua negara saat terjadi gempa.

Yunani Dilanda Banjir

Kebuntuan di Siprus

Meski Erdogan berulang kali menekankan bahwa "tidak ada masalah antara Yunani dan Turki yang tidak dapat diselesaikan, tidak peduli seberapa besar masalah tersebut,” terlihat jelas bahwa kedua negara memiliki posisi yang sangat berbeda mengenai berbagai isu sentral.

Dia menyerukan "solusi yang adil” terhadap masalah Siprus, dengan merujuk pada "solusi dua negara merdeka". Bagi Yunani, Siprus dan PBB, satu-satunya solusi yang dapat diterima adalah reunifikasi total.

Erdogan menilai, "minoritas Turki” di Yunani dapat membangun "jembatan persahabatan” antara kedua bangsa. Namun pemerintah Yunani tidak mengakui minoritas Turki, melainkan hanya minoritas Muslim. Karena begitulah penduduk Turki dan Yunani digolongkan secara eksplisit dalam Perjanjian Lausanne yang mengatur hubungan kedua negara pada tahun 1923.

Namun perbedaan terbesar dirasakan dalam isu Biara Khora yang kini diubah menjadi masjid oleh Erdogan. Khora adalah gereja peninggalan era Bizantium dan berfungsi sebagai museum sejak pendirian Republik Turki. Bangunan bersejarah itu sejak lama mendapat status warisan dunia UNESCO.

Mitsotakis sempat berjanji akan membicarakan masalah ini dengan Erdogan. Setelah pertemuan, dia mengaku telah mengungkapkan keperihatinannya secara langsung, namun menegaskan pentingnya "menjaga nilai kultural dari situs ini agar bisa dikunjungi oleh semua pihak."

rzn/as

Kaki Bali, penulis DW
Kaki Bali Koresponden DW di Athena, Yunani